Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi

 
Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi

Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi

Politisi Partai Demokrat Benny K. Harman meminta penjelasan Menteri Sosial Tri Rismaharini terkait informasi yang menyebutkan terdapat belasan juta penerima fiktif bantuan sosial alias bansos.

“Mensos Ibu Risma yth. Mohon jelaskan terbuka informasi beredar luas ttg 16,7 juta penerima Bansos fiktif, tidak ada NIK. Kalo tidak, ini bakal menjadi skandal besar yg meledak awal tahun. Ingat, protes menurunkan pemimpin antara lain karena pusaran korupsi sekitar istana.Liberte!” cuitnya melalui akun Twitter pribadinya @BennyHarmanID, Selasa (19/1/2021).

Seperti diberitakan sebelumnya, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyampaikan bahwa pihaknya menemukan 16,7 juta penerima bansos tidak memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan).

“KPK menemukan 16,7 juta orang tidak ada NIK, tapi ada di DTKS yang isinya ada 97 juta individu tapi 16 juta itu tidak yakin ada atau tidak orangnya karena jadi kami sampaikan dari dulu hapus saja 16 juta individu itu,” katanya beberapa waktu lalu

Mensos Risma pun diketahui telah menghadap para petinggi KPK untuk berkoordinasi mencari solusi ihwal permasalahan yang bersumber pada kesalahan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Sebagai solusi, diperlukan pemadanan DTKS yang ditekankan KPK yakni orang itu memiliki NIK, sehingga dapat dipastikan orang tersebut berada di Indonesia; orang kaya di dalam DTKS bisa keluar; dan orang miskin yang belum masuk DTKS bisa masuk.

Uang dipotong 100 ribu ?

Alhasil, satu KPM diminta untuk menyerahkan uang Rp 100.000 agar bisa dialokasikan kepada warga yang tak terdaftar dalam DTKS dan non-DTKS.

"Mohon maaf ya, ini kan karakter yang namanya orang tinggal di perkampungan, kadang kan tahu sendiri, kalau enggak dapat, apalagi kan satu kampung sama RT atau RW ada yang masih saudaraan. Besar kemungkinan, yang itu tadi. 'Orang lain dapet, gue yang saudara lu kagak dapat', begitu," ungkap Isnaini saat dikonfirmasi, Senin (18/1/2021).

Pungutan tersebut dilakukan pengurus RW setelah proses distribusi secara massal selesai.

Para pengurus menyambangi rumah warga satu per satu untuk memungut potongan.

Padahal, Isnaini mengaku proses distribusi dilakukan secara transparan dan disaksikan oleh pihaknya dan juga petugas dari PT Pos Indonesia di kantor RW.

"Kita punya petugas di lapangan, jadi kita memang kita menerima undangan, kita hanya fasilitasi, karena yang mendistribusi PT Pos," ungkapnya.

Lurah menambahkan bahwa RW 01 tergolong sebagai wilayah yang warganya cukup banyak menerima bantuan dari Kemensos, baik itu bansos sembako presiden maupun BST.

Namun, jumlah KPM saat BST berkurang dari yang sebelumnya disebabkan karena proses verifikasi dan validasi dari kelurahan dan Kemensos.

"Ada RW lain yang cuma 8 orang yang dapat BST. Kalau RW 01 ditahap awal waktu bansosnya masih sembako, itu dapatnya 500 orang yang dapat. Tapi sekarang hanya 465 orang saja. Nah ini yang jadi pertanyaan warga, 'kok kurang?'. Yang jelas kalau yang kita coret adalah hasil validasi dari RW. Kalau ada pengurangan sekarang saya juga enggak bisa jawab apa-apa," tuturnya.

Daripada melakukan pemotongan dana, Isnaini mengusulkan kepada pengurus RW untuk segera memperbarui data penerima agar warga yang dinyatakan layak, bisa segera terdaftar masuk sebagai DTKS atau non-DTKS.

Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi

"Kata kuncinya perbaikan data, agar data itu terupdate, jadi Pak Wali juga sudah menginstruksikan kalau orang yang memang sudah tidak masuk kategori dicoret dan orang yang benar-benar berhak, harus diusulkan. Yang pasti proses verifikasi dan validasi selalu dilakukan," kata Isnaini.

Diselesaikan

Diberitakan sebelumnya, Lurah Pejuang, Medansatria, Kota Bekasi, Isnaini menjelaskan bahwa kejadian pemotongan dana bantuan sosial tunai (BST) Rp 100.000 di RW 01 telah diselesaikan.

Isnaini meminta pengurus RW 01 untuk mengembalikan uang sebesar Rp 100.000 kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

Dimana sebelumnya Rp 100.000 itu dipotong pengurus RW untuk diberikan kepada warga yang tak terdaftar dalam DTKS dan non-DTKS.

"Saya memerintahkan itu sudah dikembalikan, mau itu pakai uang kas atau dia pakai uang apa yang pasti uang itu harus kembali ke orangnya (KPM). Sudah risiko pengurus pokoknya, orangnya harus menerima haknya kembali," kata Isnaini saat dikonfirmasi, Senin (18/1/2021).

Isnaini menegaskan bahwa pungutan dengan bentuk dan alasan apapun tidak dibenarkan untuk dilakukan pengurus RW.

"Intinya tidak ada potongan BST dalam bentuk apapun mau katanya sukarela, dikasi kotak kaya amal atau apapun gak boleh," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa para pengurus RW 01 menginginkan agar semua warganya mendapatkan BST meski tak terdaftar dalam DTKS atau non-DTKS.

Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk mengambil jatah KPM sebesar Rp 100.000.

Dengan rincian Rp 10.000 untuk kas RW, Rp 10.000 untuk pengurus yang mengelola bansos dan Rp 80.000 untuk warga yang tak kebagian BST.

Alhasil, KPM hanya mendapatkan BST sebesar Rp 200.000 dari yang seharusnya sebesar Rp 300.000.

Proses pemungutan sendiri, dilakukan oleh para pengurus dengan cara menyambangi rumah warga-warga setelah kegiatan distribusi bansos di kantor RW pada Kamis (14/1/2021) lalu.

Hal itu menyebabkan pungutan liar luput dari pemantauan petugas kelurahan dan PT Pos Indonesia.

"Tugas kami ketika warga sudah menerima uangnya, kan sudah selesai. Enggak mungkin petugas kami memantau sampai ke rumah-rumah. Artinya ketika proses pelaksaan tidak ada kendala, terlepas dari itu ternyata ada kejadian seperti itu," kata Isnaini.

Disemprot Wali Kota

Aksi penyunatan uang bantuan sosial tunai (BST) yang terjadi di RW 01 Kelurahan Pejuang, Medansatria, Kota Bekasi, diklaim pengurus RW telah tuntas.

Sekretaris RW 01 Kelurahan Pejuang Edi mengatakan pihaknya bersama jajaran kelurahan telah meminta kembali uang sebesar Rp 100.000.

Di mana yang sebelumnya diberikan kepada warga yang tidak terdaftar dalam program BST pada Minggu (17/1/2021) lalu.

Uang tersebut pun katanya telah diberikan kembali kepada warga yang mengalami pemotongan dana BST sebelumnya.

 Demikian pembahasan tentang Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi.

sumber : kabar24bisnis


Belum ada Komentar untuk "Ternyata ada 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif alias Palsu, Politisi Demokrat Singgung Suksesi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel